Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Amien Rais mengaku terkejut atas fatwa haram merokok yang dikeluarkan PP Muhammadiyah beberapa waktu lalu.
Meski mengaku bukan ahli agama, dia menyatakan tidak ada penjelasan dalam Alquran dan hadis yang merupakan landasan hukum bagi umat Islam soal hukum haram terhadap rokok.
''Soal fatwa haram rokok yang dikeluarkan PP Muhammadiyah, jujur saya kaget. Kalau makruh, oke lah. Saya tidak sepakat kalau haram,'' tegas Amien setelah mengisi pengajian menyongsong seabad Muhammadiyah di Desa Merden, Kecamatan Purwanegara, Banjarnegara, kemarin (13/3).
Menurut dia, soal hukum, hendaknya umat merujuk pada dasarnya, yakni Alquran dan hadis, sehingga tidak sampai menghalalkan yang haram dalam menetapkan hukum. Begitu juga sebaliknya. Bahkan, dia mencontohkan hukum merokok di beberapa negara yang sudah menggunakan hukum Islam sekalipun.
''Dalam pandangan Alquran, tidak ada ayat-ayat yang mengharamkan orang merokok. Hanya, mungkin hukum ini hasil analisis manfaat dan mudarat oleh beberapa ulama karena keyakinannya bahwa merokok itu mungkin membawa penyakit, sehingga diharamkan,'' katanya.
Sebagaimana diketahui, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram rokok melalui surat fatwa haram Nomor 6/SM/MTT/III/2010 pada Senin malam (8/3). Fatwa haram merokok dari PP Muhammadiyah tersebut merupakan revisi fatwa sebelumnya yang menyatakan rokok itu mubah.
Di tengah kontroversi fatwa rokok haram, beredar informasi dari situs www.tobaccocontrolgrants.org yang menyebutkan bahwa Muhammadiyah merupakan salah satu di antara 14 penerima dana untuk program gerakan antirokok di Indonesia senilai USD 393.234 atau Rp 3,6 miliar. Dana yang dikucurkan dari donatur AS yang tergabung dalam Filantropis New York Bloomberg Initiative (BI) itu punya rentang program mulai November 2009 hingga Oktober 2011. Menurut uraian singkat dalam situs tersebut, program itu untuk mendanai konsensus atau ijmak tentang larangan merokok dalam bentuk fatwa.
Dalam situs itu disebutkan, selain Muhammadiyah, Lembaga Demografi FE UI (LDFEUI) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menerima aliran dana tersebut. LDFEUI menerima dua kali, masing-masing USD 280.755 dan USD 40.654, sedangkan YLKI (menerima) USD 454.480. Komnas Perlindungan Anak (KPA) juga mendapatkan bantuan USD 210.974 sampai Mei 2010 mendatang. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pun mendapatkan dana bantuan USD 228.224 sampai Februari 2011.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan, organisasinya tidak pernah menerima dana sedikit pun dari lembaga asing maupun dalam negeri dalam mengeluarkan fatwa haram rokok. ''Wah, saya tidak tahu ada isu itu. Saya tahunya dari Mas nih. Kalau memang Muhammadiyah menerima uang, pasti saya selaku ketua harus mengetahui hal tersebut," kata Din kepada Indopos (Jawa Pos Group), Jumat (12/3).
Menurut Din, fatwa rokok yang dikeluarkan Muhammadiyah adalah hasil kesimpulan anggota Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. "Rokok memang menjadi permasalahan yang panjang bagi umat Islam. Kalau dulu, kami memang menyatakan bahwa rokok itu mubah atau lebih banyak kerugiannya. Nah, jika sekarang teman-teman di majelis tarjih mengeluarkan fatwa haram, tentu perubahan itu ada alasannya," paparnya.
Meski demikian, Din menyatakan bahwa fatwa haram tersebut bukanlah putusan resmi Muhammadiyah. "Di Muhammadiyah itu ada yang namanya majelis tarjih, yakni yang membahas masalah keagamaan. Di dalam majelis tersebut, ada tiga produk yang dihasilkan, yakni wacana, fatwa, dan putusan. Jadi, kalau masih bersifat fatwa, berarti (itu) bukan putusan resmi organisasi," jelasnya.
Untuk menjadikan sebuah putusan organisasi, lanjutnya, berbagai fatwa yang ada tersebut akan dibawa majelis tarjih untuk dibahas di dalam Munas Muhammadiyah, yakni pada April mendatang. "Kalau memang fatwa rokok ini menjadi hal yang sangat penting untuk dibahas menjadi putusan organisasi, maka (fatwa itu) harus dibawa dan dibahas di munas nanti," terangnya. (dil/oel/jpnn/agm)






0 komentar:
Posting Komentar