Rabu, 18 Februari 2009

RUU Pengadilan Tipikor Terancam Tidak Selesai

JAKARTA - Fungsi legislasi DPR mandek. Akibat sering bolos dan mangkirnya para wakil rakyat itu, pembahasan sejumlah RUU (rancangan undang-undang) terhenti. Paling tidak, tiga paket hukum, yakni RUU Komisi Yudisial, RUU Mahkamah Konstitusi (MK), dan RUU Pangadilan Tipikor, sementara ini sudah tak tersentuh lagi.

Ketiga RUU yang sangat ditunggu-tunggu tersebut dibahas lagi setelah pemilihan legislatif mendatang. ''Masa sidang sekarang pendek. Sebentar lagi juga masuk reses. Jadi, paling bisa dibahas Panja (panitia kerja, Red) Komisi III setelah pemilu legislatif,'' kata Lukman Hakim Syaifuddin, salah seorang anggota komisi III di gedung DPR kemarin (17/2). Pembahasan RUU KY dan RUU MK merupakan tanggung jawab komisi III.

Lukman mengakui, rapat dengar pendapat (RDP) dan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan berbagai stakeholder sebenarnya sudah dijalani. Bahkan, daftar inventaris masalah (DIM) dari pemerintah terhadap kedua RUU tersebut sudah ada. Dengan demikian, pembahasan bisa saja dimulai.

''Tapi, lebih realistis dimulai setelah pemilu. Toh, substansinya juga nggak terlalu banyak,'' kata legislator PPP itu. Sekitar dua minggu ke depan, tepatnya mulai 6 Maret, para wakil rakyat memang sudah memasuki masa reses. Mereka dijadwalkan bersidang kembali setelah 26 April. Tentu saja, sesuai kebiasaan, minggu pertama dari pembukaan masa sidang para anggota dewan masih menyusun jadwal. Jadi, bisa diperkirakan, rapat-rapat baru efektif pada awal Mei.

Dampak paling memperihatinkan dari kinerja DPR itu adalah yang menimpa RUU Pengadilan Tipikor. RUU tersebut seharusnya dikebut karena DPR memberi batas waktu hingga 19 Desember 2009. Bila sampai deadline UU Pengadilan Tipikor belum ada, pengadilan bagi para koruptor dikembalikan ke pengadilan umum. Padahal, selama ini para koruptor sulit lolos dalam sidang Pengadilan Tipikor.

Namun, Ketua Pansus RUU Pengadilan Tipikor Dewi Asmara tetap optimistis. Dia menegaskan, pansusnya terus menggali masukan dari berbagai stakeholder, seperti kejaksaan, kepolisian, Men PAN, dan KPK. Termasuk, kelompok masyarakat profesi yang terhimpun di Ikahi (Ikatan Hukum Indonesia).

''Jadi, ketika fraksi-fraksi nanti menyerahkan DIM, mereka sudah mengakomodasi masukan dari berbagai komponen masyarakat dan institusi terkait,'' katanya. Jadi, kapan pembahasan DIM dimulai? ''Mudah-mudahan bisa setelah pemilu,'' jawabnya.

Dewi membantah penilaian yang menyebut pansus pimpinannya bekerja lamban. Menurut dia, pembahasan RUU di parlemen mengikuti mekanisme dan tata aturan. Misalnya, sidang-sidang pembahasan RUU hanya diberi jatah selama dua hari setiap minggu-minggu ganjil. ''Masyarakat pingin selalu cepat-cepat. Padahal, ini bukan persoalan kata-kata saja,'' jelasnya.

Banyak pihak yang khawatir RUU Pengadilan Tipikor tak bisa selesai. Karena itu, muncul usul agar pemerintah mengeluarkan perppu. Misalnya, DPD yang meminta pemerintah harus segera mengeluarkan perppu bila hingga Juli DPR belum selesai bekerja.

RUU KY dan RUU MK juga tak kalah mendesak. Melalui RUU KY, hendak diatur kewenangan pengawasan terhadap hakim agung, hakim konstitusi, dan hakim-hakim lain. Termasuk, kewenangan untuk menjadikan putusan hakim sebagai pintu masuk pengawasan. (Sumber: Jawa Pos)
Share:

0 komentar: