Rabu, 18 Februari 2009

Defisit APBN Diperkirakan Membengkak Lagi

Jadi Rp 136 Triliun, Akibat Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

JAKARTA - Defisit APBN 2009 diperkirakan kembali membengkak menjadi 2,6 persen PDB (Produk Domestik Bruto) atau Rp 136,0 triliun. Defisit itu meningkat ketimbang usulan sebelumnya 2,5 persen PDB dan dari UU APBN 1,0 persen PDB. Pembengkakan defisit itu disebabkan revisi ke bawah terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi dari usulan semula 4,7 persen menjadi 4,5 persen.

Dirjen Anggaran Depkeu Anny Ratnawati mengatakan, pembiayaan defisit membesar karena penerimaan negara turun hingga sekitar Rp 130 triliun. Anny mengakui tidak mudah bagi pemerintah untuk mencari dana. Terutama, di tengah ketatnya likuiditas pasar. ''Kalau pun ada, biayanya tinggi,'' kata Anny di Jakarta kemarin (17/2).

Belanja kementrian/lembaga juga tidak bisa dipotong. Pengalaman 2008 menunjukkan, perubahan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) membuat penyerapan belanja negara menjadi lebih lambat. Sebab, belanja baru bisa dimulai April atau Mei akibat perubahan DIPA.

Dalam hitungan mutakhir Depkeu, pendapatan negara diprediksi turun 2,7 persen PDB. Rinciannya, penerimaan pajak dan bea masuk turun Rp 65,0 triliun atau 1,3 persen PDB dari asumsi awal. Begitu pula dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) turun Rp 71,3 triliun atau 1,4 persen PDB. Penurunan pendapatan negara disebabkan koreksi pertumbuhan ekonomi dan penurunan asumsi harga minyak.

Sedangkan belanja negara turun lebih kecil, yakni 1 persen PDB. Subsidi turun Rp 43,1 triliun akibat anjloknya harga minyak. Sedangkan bunga utang naik Rp 9 triliun akibat depresiasi nilai tukar rupiah. Di sisi belanja, juga ada tambahan stimulus fiskal untuk subsidi dan infrastruktur Rp 10,2 triliun.

Dengan demikian, pendapatan negara dan hibah diproyeksikan Rp 847,7 triliun. Sedangkan belanja negara Rp 984,6 triliun. Defisit Rp 136,0 triliun di antaranya ditutup dari penggunaan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) 2008 sebesar Rp 51,3 triliun. Juga, dari pinjaman siaga Rp 37,1 triliun. Pembengkakan defisit menjadi 2,6 persen PDB juga membuat tambahan utang baru Rp 7,4 triliun.

Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, seluruh alokasi tambahan defisit dan pembiayaan masih akan dibahas dengan Panitia Anggaran DPR. Pembahasan baru akan dimulai Senin depan (23/2) atau mundur dari jadwal semula kemarin. ''Pasal 23 (klausul darurat) saja belum di-declare,'' kata Menkeu.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu Anggito Abimanyu mengatakan, tambahan pembiayaan defisit akan diserahkan persetujuannya ke DPR. Yang paling penting, pemerintah memiliki komitmen pinjaman siaga sekitar USD 5,5 miliar. ''Yang penting, kita pool dulu. Toh, kita sudah punya komitmen pinjaman siaga USD 5,5 miliar,'' tutur Anggito. (Sumber: Jawa Pos)
Share:

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Kpn Untungnya>>>>>?????

abinehanafi mengatakan...

ah... sudah biasa

Anonim mengatakan...

Paling2 juga mau cari pinjaman luar negeri

Anonim mengatakan...

HaLooo