Rabu, 18 Februari 2009

DPR Arogan saat Rapat Dengar Pendapat dengan Pertamina dan PLN

Buntut Panas di Komisi VII, DPR Undang Dua Menteri

JAKARTA - Bersitegang antara manajemen PT Pertamina (Persero) dan Komisi VII DPR menjadi catatan tersendiri bagi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab, rapat dengar pendapat (RDP) berkepanjangan selalu terjadi di Komisi VII yang menangani bidang energi jika menghadirkan direksi Pertamina atau PLN.

Dari pantauan Jawa Pos, dalam setiap RDP yang menghadirkan dua BUMN energi terbesar itu, waktu dua jam yang diagendakan hampir pasti molor. Sebab, pertanyaan-pertanyaan akan meluas hingga ke berbagai aspek.

Saat ditemui kemarin (17/2), Wakil Dirut PT PLN Rudiantara hanya tersenyum saat ditanya pendapatnya tentang kejadian yang dialami direksi Pertamina. Demikian pula saat ditanya tentang pengalamannya dalam RDP-RDP dengan Komisi VII. ''Yaaah, kita mah yang penting kerja profesional. Kalau sudah nyangkut-nyangkut politik, mending gak usah ikutan,'' ujarnya.

Mantan Wakil Dirut PT Semen Gresik yang terkenal jago di bidang keuangan itu memang tidak jarang mendapat pertanyaan tajam dari anggota dewan. Bahkan, saat masih baru menjabat Wadirut PT PLN, Rudiantara harus menghadapi sindiran-sindiran seperti, "Masuknya orang yang jago keuangan, bisa jadi hanya untuk menjual aset-aset PLN," kenang Rudiantara mengutip ucapan seorang anggota DPR.

Menurut Rudiantara, hal tersebut merupakan dinamika dalam berinteraksi dengan DPR yang memang merupakan lembaga politis. ''Jadi, ya santai sajalah. Kerja yang baik, majukan perusahaan, itu sudah cukup,'' ujarnya lantas tertawa.

Sebelum ketegangan Pertamina dan Komisi VII terjadi, dalam RDP Selasa pekan lalu (10/2), jajaran direksi PLN sempat dibuat kedodoran saat menghadapi pertanyaan anggota Komisi VII DPR. Saat itu Dirut PT PLN Fahmi Mochtar ditanya tentang kondisi pasokan listrik nasional.

Fahmi menjawab dengan memaparkan data status pasokan listrik di beberapa wilayah dan ketersediaan stok batu bara di beberapa pembangkit. ''Intinya, pasokan aman,'' ujarnya.

Tak puas dengan jawaban tersebut, beberapa anggota dewan menanyakan kondisi cuaca. Sebab, selama ini kondisi cuaca yang tidak bersahabat membuat pasokan batu bara ke pembangkit listrik terhambat sehingga sempat memicu shortage (kekurangan) pasokan di beberapa wilayah, termasuk Jawa. Fahmi pun menjawab bahwa manajemen PLN sudah memperkuat stok batu bara untuk mengantisipasi jika kondisi cuaca terus memburuk hingga akhir bulan.

Berikut kurang lebih gambaran tanya jawab yang selanjutnya mengalir di gedung dewan yang dilakukan sahut-menyahut oleh beberapa anggota dewan. "Berarti kalau cuaca terus buruk, akan terjadi krisis listrik lagi, akan terjadi pemadaman lagi?"anggota dewan bertanya.

"Emergency plan sudah disusun, tapi kalau ternyata cuaca terus buruk, ya kami tidak bisa menjamin. Tapi, kami sudah mengupayakan stok optimal," jawabnya. "Wah, berarti kalau terjadi shortage, itu salahnya cuaca. Anda menyalahkan Tuhan?" tanya anggota dewan itu.

Mendengar pertanyaan tersebut, Fahmi hanya tersenyum. Setelah diam sejenak, Fahmi menjawab. ''Yang jelas, segala upaya sudah kami lakukan,'' jawabnya.

Menurut pengamatan Jawa Pos, manajemen PLN, terutama Fahmi Mochtar, memang piawai meladeni anggota dewan. Hampir setiap RDP usai, Fahmi menyempatkan diri bercengkerama dengan beberapa dewan sambil mengklarifikasi dan menjelaskan hal-hal yang belum sempat dijelaskan saat RDP.

Saat bercengkerama itu, biasanya kalimat basa-basi seperti "Halo boss" sering diucapkan oleh manajemen PLN maupun anggota dewan sambil saling berjabat tangan dan tertawa-tawa.

Untuk Pertamina, pertanyaan-pertanyaan di luar substansi yang dilontarkan anggota dewan sering dikaitkan dengan politis. Wartawan koran ini mencatat, pada RDP 10 Februari yang memicu manajemen Pertamina mengirimkan surat keberatan ke Komisi VII, paling tidak, ada selentingan yang membuat direksi Pertamina geleng-geleng kepala.

Di antaranya, saat Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Achmad Faisal memaparkan progres konversi elpiji. Saat itu Faisal menampilkan slide berupa gambar peta Indonesia. Untuk daerah yang menjadi target konversi, lokasi peta ditandai dengan warna hijau. Sedangkan daerah yang belum terkonversi ditandai dengan warna kuning. Sehingga, peta Indonesia tersebut tampak didominasi gambar kuning dan hijau.

Saat itulah Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana tiba-tiba menyetop presentasi Faisal. "Tunggu... Tunggu... Ini kok banyak sekali warna kuning ya... Padahal, dulu kan pakai warna biru. Kenapa ini, Pak Faisal. Mohon dijelaskan,'' ujarnya yang langsung disambut gelak tawa yang hadir di ruangan.

Berbagai celetukan anggota dewan pun langsung meluncur. "Wah, kelihatan nih, bosnya siapa", "Gimana ini Partai Demokrat", dan lain-lain.

Mendengar ini, Faisal hanya bisa senyum-senyum tanpa bisa berkata-kata. Setelah suasana mereda, Faisal berkata singkat. ''Ini... Ini hanya gambar saja, Pak,'' katanya sambil geleng-geleng kepala.

RDP yang tidak fokus itu semakin memanas ketika muncul surat yang dikirimkan Corporate Secretary PT Pertamina Toharso pada 13 Februari. Dalam surat tersebut, manajemen Pertamina merasa kecewa dengan tindakan anggota Komisi VII saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan direksi Pertamina pada Selasa, 10 Februari lalu, yang tidak fokus pada pertanyaan mengenai kinerja, tapi justru menanyakan hal yang menurut manajemen Pertamina sudah ke luar dari substansi masalah.

Begitu mendapati surat tersebut, Komisi VII pun marah karena menganggap Pertamina mengintervensi dewan. Akhirnya, RDP yang saat itu dilaksanakan, langsung dibubarkan oleh Komisi VII.

Ditemui di kantornya, Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, kejadian saat RDP Senin (16/2) lalu mestinya menjadi pelajaran berharga bagi BUMN dan juga anggota DPR. ''Kami sudah capek. Saya yakin generasi Anda juga sudah capek kan?'' ujarnya kemarin (17/2).

Said mengatakan hal tersebut saat ditanya pendapatnya tentang ungkapan yang dilontarkan anggota Komisi VII DPR yang seolah menyamakan Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan layaknya seorang satpam. ''Mestinya, dalam setiap tindakan harus ada etika,'' katanya sambil menghela napas panjang.

Menurut Said, sebagai mitra kerja, BUMN maupun DPR harus bisa menjaga etika saat berinteraksi. Masukan, kritik, saran, semuanya boleh dilakukan asal tetap sesuai etika. ''Tidak ada nikmatnya dicaci maki,'' ucapnya.

Menurut catatan Jawa Pos, Said Didu sendiri juga sering menjadi sasaran kritik tajam saat RDP atau mendampingi Men BUMN Sofyan Djalil dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR yang merupakan mitra kerja Kementerian BUMN.

Kalimat pedas bernada sumir seperti, "Anda ini ngomongnya sudah kayak menteri. Kalau mau jadi menteri, sabarlah, tunggu beberapa tahun lagi", tidak jarang meluncur dari anggota dewan jika tidak puas mendengar jawaban yang disampaikan dan menganggap jawaban yang diberikan terlalu diplomatis. Menyikapi hal tersebut, Said biasanya hanya tersenyum. ''Tidak apa-apalah, diterima saja. Yang penting niat kita lurus. Semua itu kita jawab saja dengan kinerja yang baik,'' katanya.

Akui Arogan

Menanggapi keluhan dari mitranya di Kementerian BUMN tersebut, anggota DPR Sutan Bhatoegana mengatakan, terkadang dirinya memang melontarkan joke-joke untuk menyegarkan suasana. Sementara itu, terkait surat yang dikirimkan Pertamina, dia menilai itu hanya curhat dari manajemen Pertamina selaku mitra kerja. ''Tujuannya, supaya anggota dewan lebih fokus,'' ujarnya.

Meski demikian, Sutan mengakui, dalam beberapa kesempatan, pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan anggota dewan sering disertai dengan sikap arogan. ''Terkadang memang ada yang arogan, tapi itu kan oknum,'' katanya.

Menurut dia, jika memang Pertamina keberatan dengan jalannya RDP, mereka bisa melayangkan keberatan tersebut ke Badan Kehormatan (BK) DPR. ''Itu mekanismenya,'' terangnya.

Sutan juga mengakui, selama ini pihaknya sudah sering mendengar banyak keluhan yang disampaikan mitra kerja dari seluruh komisi yang ada di DPR. ''Bahkan, kalau raker dengan menteri, kadang pertanyaannya sadis juga. Anda bisa melihat sendiri kan? Tapi, para menteri biasanya sudah paham bahwa ini memang forum politis, jadi mereka tidak pernah marah,'' ucapnya. Meski demikian, lanjut Sutan, perisitiwa dengan Pertamina harus menjadi momen introspeksi, khususnya bagi anggota dewan.

Sementara itu, untuk menindaklanjuti memanasnya hubungan dengan Pertamina, Komisi VII akan mengundang Menteri ESDM, Menteri BUMN, komisaris, dan direksi Pertamina. ''Dijadwalkan tanggal 23 nanti,'' katanya.

Corporate Secretary Pertamina Toharso kembali menengaskan bahwa surat yang dikirim ke Komisi VII hanya masukan agar RDP selanjutnya dapat berlangsung lebih fokus. ''Saat ini kami menunggu undangan DPR untuk mengklarifikasi surat tersebut,'' ujarnya. (Sumber: Jawa Pos)
Share:

0 komentar: