Sabtu, 11 April 2009

Demokrat Mulai Siapkan Skenario Koalisi

Manuver Koalisi, Wiranto Temui Mega

BOGOR - Partai Demokrat, agaknya, sudah merasa menjadi pemenang pada pemilu kali ini. Setelah diunggulkan semua lembaga survei melalui quick count, partai tersebut kemarin mulai berancang-ancang menyiapkan skenario koalisi menuju pemilihan presiden (pilpres). Termasuk membuka peluang berkoalisi kembali dengan Golkar.

Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang juga Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajukan syarat untuk koalisi. Dia menyatakan, format koalisi harus menjamin pemerintahan yang efektif dalam lima tahun ke depan.

SBY kemarin mengumpulkan sejumlah pentolan Partai Demokrat di kediamannya, Puri Cikeas Indah, Bogor. Sejak siang kemarin, para pengurus Partai Demokrat sudah berada di Cikeas. Di antara mereka adalah Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo, Achmad Mubarok (wakil ketua umum), Marzuki Alie (Sekjen), Anas Urbaningrum (ketua), Andi Mallarangeng (ketua departemen SDM), Hayono Isman, Jero Wacik, dan Taufik Effendy.

Menurut SBY, Partai Demokrat mulai melakukan penjajakan terhadap berbagai partai politik untuk membangun koalisi dalam Pilpres 2009. ''Kalau koalisi ini berhasil, kami teruskan hingga lima tahun ke depan,'' kata SBY saat konferensi pers di kediamannya, Puri Cikeas Indah, Bogor, kemarin.

Partai Demokrat, kata SBY, terbuka berkoalisi dengan partai politik mana pun. Namun, tegas dia, pihaknya tidak akan memaksakan berkoalisi dengan partai politik yang sudah terang-terangan menolak bekerja sama dengan Partai Demokrat. ''Saya sudah mendengar ada partai politik yang menyatakan say no kepada Partai Demokrat. Ya saya hormati,'' kata SBY.

Tapi, sebagian besar parpol, lanjut SBY, sejak awal terus berkomunikasi secara informal, langsung maupun tidak langsung. Dan, komunikasi tersebut, kata dia SBY, akan diintensifkan sehingga ada kesepakatan koalisi yang kuat. Beberapa parpol tersebut, kata SBY, adalah PKB, PKS, PAN, PKPI, Pelopor, dan PBB.

''Belajar dari pengalaman koalisi yang sekarang (2004-2009), terutama di parlemen dan juga di pemerintahan, koalisi yang akan datang harus rules based. Kontrak politiknya harus jelas. Etika dalam berkoalisi harus dijalankan. Semua harus written, tertulis dalam suatu piagam kesepakatan koalisi,'' kata SBY.

Dengan kesepakatan koalisi secara tertulis dalam piagam, menurut SBY, publik bisa mengontrol parpol mana yang taat atau tidak taat terhadap kesepakatan. Dengan kesepakatan yang benderang seperti itu, lanjut SBY, rakyat tidak lagi dibingungkan sikap parpol dalam koalisi.

Mengapa Partai Demokrat membuat batasan tegas dalam koalisi? ''Kepentingan saya hanya satu. Begitu koalisi terbentuk, pemerintah harus efektif dalam menjalankan tugas. Hubungan pemerintah dengan DPR harus berjalan sehat, tanpa mengurangi daya kritis dewan,'' tutur SBY. Dengan begitu, kata SBY, undang-undang atau kebijakan yang dikeluarkan sama-sama dikelola oleh pemerintah dan DPR.

Seperti apa format aturan main koalisi tersebut? Menurut SBY, tim Partai Demokrat sedang menyusun dan menelaah dengan logika dan nalar sehat. Namun, pada dasarnya harus terbangun sikap mental dan mind set bahwa semua parpol dalam koalisi bersama-sama, saling mendukung, dan saling memberikan masukan.

SBY mencontohkan, salah satu partai politik dalam koalisi mengusulkan mengganti menterinya di kabinet, harus dibicarakan antara presiden dan parpol yang bersangkutan. Tidak bisa kemudian parpol tersebut secara sepihak mengumumkan bahwa menteri tersebut tidak lagi mewakili parpol. Situasi itu pernah terjadi di PKB bahwa Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB Abdurrahman Wahid tiba-tiba menyatakan tidak mengakui Menteri Tenaga Kerja Erman Suparno dan Menteri PDT Lukman Edy sebagai wakil PKB di kabinet.

''Ini juga salah satu etika yang harus dibangun dalam koalisi mendatang. Ini tidak luar biasa dan tidak aneh, semua bisa diikuti dengan akal sehat. Saya yakin, rakyat akan senang karena pada prinsipnya ini transparansi yang baik dalam sebuah demokrasi,'' kata SBY.

Dengan koalisi yang kuat, ujar SBY, ke depan tidak mudah terjadi benturan antara pemerintah dan fraksi yang berada dalam koalisi atau bahkan dalam kabinet sendiri. ''Misalnya, apa tepat seorang menteri berangkat dari koalisi menghantami kebijakan pemerintah yang dia juga masih berada di dalam pemerintahan. Di negara mana pun mestinya he must be out. Ini harus jelas nanti. Rakyat juga menginginkan kejelasan seperti itu,'' paparnya.
Share:

0 komentar: