Nilai tukar rupiah diperkirakan tidak akan kembali pada level di bawah Rp 10.000 per USD seperti pada awal 2008. Tahun ini kurs rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp 10.000-Rp 11.000 per USD. Prediksi ini di luar target pemerintah di APBN 2009 sebesar Rp 9.400 per USD.
''Saya heran kenapa pemerintah mematok asumsi Rp 9.400 per USD pada 2009. Menurut saya, jika (nilai tukar) rupiah (atas USD) ditetapkan Rp 9.400, itu overvalued atau terlalu mahal, dan dampaknya tidak baik bagi neraca perdagangan,'' kata Chief Economist Bank BNI Tony Prasetiantono kemarin (4/1).
Dia mengakui, keberadaan sejumlah aturan Bank Indonesia (BI) untuk mengurangi spekulasi sudah cukup baik dalam menjaga rupiah. Tapi, ada faktor lain yang menentukan nilai tukar, yakni capital account. ''Jika banyak arus modal masuk atau capital inflow, ada harapan rupiah mendekati Rp 10.000 per USD. Jika tidak, rupiah akan cenderung mendekati Rp 11.000 per USD,'' ujar Tony.
Dia berharap pemerintah tidak menargetkan rupiah terlalu kuat. ''Itu tidak ada gunanya. Cukup targetkan Rp 10.000 atau Rp 10.500. Yang penting, menjaga stabilitasnya,'' katanya.
Dia mengingatkan surplus perdagangan pada 2008 hanya USD 12 miliar. ''(Surplus) ini akan terancam turun pada 2009 jika rupiah Rp 9.400 (per USD),'' tutur Tony.
Sepanjang 2008, BI menerbitkan sejumlah aturan dan kebijakan untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Antara lain, perpanjangan tenor FX Swap dari paling lama tujuh hari menjadi sampai 1 bulan. Aturan ini, yang berlaku sejak 15 Oktober 2008, diarahkan untuk memenuhi permintaan USD yang bersifat temporer. Sehingga, memberi cukup waktu penyesuaian bagi bank atau para pelaku pasar sebelum benar-benar menyesuaikan komposisi portofolionya.
Untuk menambah likuiditas USD bank dalam bertransaksi dengan nasabah, sejak 13 Oktober 2008 rasio Giro Wajib Minimum (GWM) valas perbankan diturunkan dari 3,0 persen menjadi 1,0 persen. Lalu, untuk mengurangi tekanan pembelian USD karena pengalihan rekening rupiah ke valas oleh nasabah asing, BI mencabut batasan posisi harian pinjaman luar negeri jangka pendek sejak 13 Oktober.
BI juga mensyaratkan underlying transaction dan menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk pembelian valas terhadap rupiah di atas USD 100 ribu. Transaksi spekulatif termasuk produk terstruktur juga dilarang sejak 1 Desember 2008. (sof/dwi)






0 komentar:
Posting Komentar