JAKARTA - Perundingan alot soal pembayaran ganti rugi bagi korban semburan lumpur Lapindo akhirnya menghasilkan kompromi. Korban sepakat kekurangan 80 persen ganti rugi dibayar secara dicicil oleh Lapindo.
Kompromi itu tidak dicapai dengan mudah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus memerintahkan tiga menteri, yakni Menteri PU Djoko Kirmanto, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro untuk memediatori negosiasi antara Lapindo Brantas Inc dan korban lumpur Sidoarjo yang datang ke Jakarta.
Pertemuan di gedung Setneg itu berlangsung hampir lima jam. Perdebatan panjang akhirnya menghasilkan rumusan bahwa kedua pihak sepakat pembayaran ganti rugi 80 persen dicicil Rp 30 juta setiap bulan, sampai lunas. Jatuh tempo pembayaran 80 persen bervariasi. Ada yang Desember, Januari, Februari, Maret, atau April. "Bersamaan dengan pembayaran Rp 30 juta tahap pertama akan ditambahi Rp 2,5 juta untuk kontrak rumah," kata Menteri PU Djoko Kirmanto saat konferensi pers di Kantor Presiden tadi malam (3/12).
Atas keputusan tersebut, kata Djoko, semua pihak harus menerima. "Presiden meminta semua pihak mengikuti semua yang disepakati hari ini," kata menteri yang juga Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) itu.
Bagaimana jika Lapindo kembali mengingkari kesepakatan? Menteri PU yakin pembayaran ganti rugi terhadap warga korban lumpur Lapindo berjalan lancar dan Lapindo tidak mengingkari kesepakatan yang telah dibuat antara pemerintah, masyarakat korban lumpur, dan PT Minarak Lapindo. "Itu kan sudah ada perjanjian di atas materai. Jadi, kita semua harus disiplin," ujarnya.
Djoko menambahkan, jika Lapindo kembali ingkar, ada sanksi yang akan diberikan. Namun, Djoko tidak menjelaskan secara detail apa sanksi yang akan diberikan itu.
"Di situ ada sanksi, harus mau diproses secara hukum. Itu bunyinya," jelas Djoko.
Kus Sulasono, koordinator tim 16 yang membawahkan empat ribu kepala keluarga Perumahan Tanggul Angin Sejahtera (Perumtas), mengaku puas dengan kesepakatan tersebut. Mengenai suasana perdebatan alot antara Lapindo dan warga korban lumpur mulai pukul 14.00 hingga pukul 19.00 WIB, Kus menuturkan, semula korban lumpur meminta pembayaran tahap pertama pada Desember 2008 senilai Rp 75 juta. "Agar warga dapat membeli rumah," ujarnya.
Lapindo yang sejak awal bertahan pada nilai Rp 15 juta akhirnya menaikkan tawaran menjadi Rp 30 juta dan uang sewa rumah Rp 2,5 juta yang kemudian disepakati warga. Meski cukup puas dengan hasil kesepakatan itu, Kus mengatakan tidak menjamin tak akan ada lagi unjuk rasa warga korban lumpur apabila Lapindo tidak menepati janji.
Sementara itu, Direktur Utama Lapindo Brantas Inc Nirwan Bakrie hanya berkomentar singkat menanggapi hasil kesepakatan. "Alhamdulillah sudah selesai. Perpres 14 tetap dilaksanakan, tidak ada pelanggaran. Kedua pihak, Lapindo maupun warga bahagia hari ini," tambahnya.
SBY Geram
Sebelum terjadi kesepakatan antara Lapindo dan warga, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terlihat geram dan marah saat memanggil Direktur Utama PT Lapindo Brantas Nirwan Bakrie, sejumlah menteri, dan kepala BPLS di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin mulai pukul 13.15 hingga 14.00. Nirwan datang terlambat dari jadwal pukul 12.00. Dia baru datang sekitar pukul 12.30. Presiden harus menunggu Nirwan datang.
Saat mengawali pembicaraan yang tertunda lebih dari satu jam itu, SBY mengaku masalah penanganan korban lumpur mengganggu pikirannya. "Masalah ini mengganggu pikiran saya berhari-hari. Aceh saja bisa selesai!" ujar presiden sambil menepukkan tangan kanannya di dada.
Dengan nada tinggi presiden melanjutkan kata-katanya. Kata-katanya pendek dan terputus-putus. Merasa menjadi sasaran kemarahan, Nirwan Bakrie yang duduknya hanya berjarak dua meter dari presiden menundukkan kepala. Sebelum kalimat berikutnya, wartawan yang dipersilakan mengambil foto diminta keluar oleh anggota Pasukan Pengamanan Presiden.
Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng saat dikonfirmasi apakah presiden marah kepada Nirwan Bakrie, tidak memberikan jawaban. Menurut Andi, presiden meminta para menteri terkait segera menyelesaikan masalah Lapindo dengan cepat.
Datangi Kedubes Belanda
Pada saat wakil-wakilnya bernegosiasi di Setneg, sekitar 70 korban lumpur Lapindo mendatangi Kedubes Kerajaan Belanda di Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka meminta bantuan talangan dana pembayaran ganti rugi sekaligus meminta izin menumpang mengungsi beberapa hari. ''Ini bentuk kekecewaan kami dengan tawaran penyelesaian pembayaran ganti rugi oleh pemerintah. Untuk itu, kami meminta dukungan negara-negara sahabat,'' ujar Sumitro, salah satu koordinator warga korban Lapindo, ketika ditemui di lokasi demonstrasi kemarin (3/12).
Di depan gerbang Kedubes Belanda, warga Lapindo ditemui perwakilan dari Kedubes, yakni Head of Political Affairs Mr Paul Ymkers. Dalam pertemuan 15 menit tersebut, Ymkers menampung keluhan mereka dan langsung melakukan rapat dengan sejumlah petinggi Kedubes Belanda.
Warga Sidoarjo itu juga menyerahkan kertas berupa kumpulan berita acara korban lumpur Lapindo setebal 100 halaman yang berisi risalah rapat korban lumpur dengan pemerintah.
Di bagian lain, investigasi semburan lumpur oleh Komnas HAM telah memasuki tahap akhir. "Tim sudah selesai, tinggal finishing laporan," kata Komisioner Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue kemarin. Tim investigasi, kata dia, akan menyampaikan laporan tim dalam rapat paripurna Komnas HAM yang direncanakan 9 Desember mendatang.
"Keputusannya nanti di sana (paripurna, Red). Pasti ada perdebatan," sambungnya. Komnas HAM membentuk tim investigasi setelah menemukan delapan kejanggalan atas semburan yang terjadi pada 29 Mei 2006 tersebut. (tom/zul/yun/fal/kim)






0 komentar:
Posting Komentar