Rabu, 13 Agustus 2008

Ilyas Karim, Pejuang yang Hidup di Rumah Gembel

Shohib Masykur - detikNews


(Foto: Shohib Masykur/detikcom)
Jakarta - Kehidupan pejuang ini memang sangat menyedihkan. Selain tidak mendapat santunan, dia juga tidak mendapat perhatian yang layak dari pemerintah. Inilah potret kehidupan sang pengibar pertama Sang Saka Merah Putih, Ilyas Karim.

"Saya menempati rumah gembel. Tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah. Sampai sekarang," keluh Ilyas ketika ditemui detikcom di rumahnya, Jl. Rawajati Barat, Kalibata, Jaksel, Selasa (12/8/2008).

Ilyas Karim saat ini menempati sebuah rumah sempit berukuran 50 meter persegi yang berdiri di atas sebidang tanah di pinggir rel kereta api. Jarak dari rel ke dinding rumah hanya sekitar 5 meter. "Tiap lima belas menit kereta lewat," kata Ilyas.

Pejuang kelahiran 13 Desember 1927 itu menempati rumahnya di pinggir rel itu sejak 1985, setelah digusur dari rumah dinasnya di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Ilyas mengaku pada mulanya dirinya sangat terganggu dengan suara kereta yang lewat di dekat rumahnya. Namun lama-kelamaan dia merasa terbiasa.

Tanah itu sendiri dia peroleh dari PJKA (sekarang PTKA) dalam bentuk pinjaman. PJKA mempersilakan Ilyas memakai tanah itu sampai kapan pun. "Sampai saya bosan," lanjut Ilyas.

Ada alasan kenapa PJKA meminjami tanah kepada Ilyas. Dulu ketika terjadi drama Bandung Lautan Api (24 Maret 1946), salah satu incaran warga adalah kereta api-kereta api. Mereka hendak membakar kereta api. Bensin sudah disiramkan. Namun Ilyas dan kawan-kawan di Divisi Siliwangi berhasil mencegah. "PJKA merasa berhutang budi kepada kami," kata Ilyas.

Meskipun diberi pinjaman tanah, namun untuk rumahnya, Ilyas harus membangun sendiri. Dibantu oleh kawan-kawan seperjuangannya di Divisi Siliwangi, Ilyas mendirikan sebuah rumah sederhana dua lantai di tanah pinjaman tersebut.

"Tempat ini tadinya tempat pembuangan sampah. Setelah saya membangun rumah, yang lain pada ikut-ikutan," kata Ilyas.

Di sepanjang rel memang tidak hanya berdiri sebuah rumah milik Ilyas. Ada sederet rumah lain milik warga yang tadinya sama-sama tidak memiliki rumah. Namun mereka semua bukan veteran perang. Hanya Ilyas seorang veteran di deretan rumah pinggir rel itu.

Ilyas tinggal di rumah kecil itu bersama isterinya Hj. Darnis (60), anak bungsunya beserta menantu, dan 3 orang cucu. Ketigabelas putranya yang lain sudah pergi jauh menjalani hidup mereka masing-masing.(sho/asy)
Share:

0 komentar: