Rabu, 06 Mei 2009

Antasari Siap Bertemu Rani

Polisi Temukan Rekaman CCTV di Rumah Sigid

JAKARTA - Polisi terus membuka mata rantai hubungan antara tersangka pembunuhan Antasari Azhar, korban Nasrudin Zulkarnain, dan Rani Juliani, caddy Padang Golf Modern. Karena itu, polisi segera mempertemukan Antasari dengan Rani yang juga istri ketiga Nasrudin.

Itulah salah satu hasil pemeriksaan penyidik Polda Metro Jaya terhadap Antasari yang dilakukan selama 90 menit, yakni pukul 17.00 hingga 18.30 kemarin. Mengenakan baju tahanan oranye, Antasari diperiksa di gedung direktorat narkoba, 50 meter dari rutan narkoba tempat dirinya ditahan.

Awalnya, Antasari hendak diperiksa setelah makan siang pukul 13.00, namun ditunda hingga pukul 17.00. Tempatnya pun dipindah. Bukan Antasari yang mendatangi ruang penyidikan, melainkan penyidik yang mendatangi tersangka. ''Itu untuk memudahkan saja. Itu teknis,'' ujar Direskrimum Polda Metro Jaya Kombespol M. Iriawan.

Setelah menjalani pemeriksaan, bercelana pendek putih selutut, Antasari tidak menggubris panggilan wartawan. Penyidik lantas membawanya masuk ke dalam rutan. Pengacara Antasari yang mendampingi pemeriksaan, Juniver Girsang, menjelaskan bahwa kliennya dicecar 10 pertanyaan. ''Belum memasuki materi utama,'' kata pengacara yang seharian penuh mendampingi Antasari itu.

Di antara 10 pertanyaan tersebut, sebagian fokus soal perkenalan Antasari dengan Rani dan Nasrudin. ''Beliau (AA) ditanya kenal atau tidak, beliau menjawab kenal. Sebatas di lapangan golf saja, jadi tidak akrab. Kenalnya sekitar tiga tahun lalu,'' ujar Juniver.

Dia menyatakan kliennya siap-siap saja jika dipertemukan dengan Rani. ''Terserah kepentingan penyidik. Kami siap,'' tegasnya.

Itu berarti pengacara tak khawatir? ''Silakan saja. Kami ikuti proses, tidak dalam kewenangan kami menentukan itu,'' kata Juniver.

Penyidik juga sedang mengembangkan informasi tentang pertemuan Antasari dengan Rani di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan. Pengacara Antasari yang lain, Ari Yusuf Amir, menilai pertemuan yang dirumorkan sebagai perselingkuhan tersebut merupakan tuduhan tak berdasar.

''Pertemuan itu hanya lima menit dan tidak terjadi apa-apa, tapi seakan-akan terjadi sesuatu. Itu fitnah,'' tegas alumnus Fakultas Hukum UII tersebut.

Juniver Girsang juga menyampaikan keberatan Antasari terkait penyebaran rumor itu. "Bapak bilang itu rumor murahan. Cara-cara yang murahan," katanya. Rani hingga kemarin belum juga dimunculkan oleh polisi. Sumber di Polres Metro Tangerang mengatakan, Rani dan keluarganya berada dalam pengawasan ketat kepolisian. "Memang benar dia diamankan di salah satu apartemen di Jakarta," ungkapnya.

Meski demikian, tempat tinggal Rani beserta ayah, Endang M. Hasan, 59, dan ibunya, Kuswati, 45, selalu berpindah-pindah. "Kadang mereka ada di Jakarta, di apartemen A. Esok harinya, mungkin, mereka pindah ke apartemen lainnya," ujar seorang penyidik di Polres Metro Tangerang itu.

Dia juga mengatakan, keselamatan Rani menjadi tanggung jawab Dirkrimum Polda Metro Jaya yang menangani kasus penembakan salah seorang pejabat BUMN tersebut. "Polisi all-out dalam menyembunyikan Rani dan keluarganya," tegasnya.

Ari Yusuf Amir mempertanyakan sikap polisi yang terlalu menutupi Rani. "Kita punya lembaga perlindungan saksi, kenapa tidak dilindungi di sana saja," katanya. Sebagai saksi kunci, Rani berhak mendapat perlindungan yang memadai dari lembaga yang memang berwenang secara khusus dalam menangani perlindungan saksi. Di Indonesia, lembaga tersebut sudah ada, yakni Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Kemarin, tim penyidik dari Satuan Jatanras Polda Metro Jaya juga menggeledah rumah Sigid Haryo Wibisono (SHW). Penggeledahan sejak pukul 15.30 hingga 18.00 itu dipimpin langsung oleh Direskrimum PMJ Kombespol M. Iriawan. Menurut Iriawan, rumah supermewah yang berlokasi di Jalan Pati Unus No.35, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu menjadi target penggeledahan setelah tersangka SHW mengaku bahwa rumahnya dua kali dijadikan ajang pertemuan untuk membahas rencana pembunuhan.

Dua pertemuan yang dihadiri tuan rumah, Antasari Azhar, dan Kombespol Wiliardi Wizar (WW) itu dilakukan dua minggu menjelang pembunuhan pada Sabtu (14/3). Dikatakan Iriawan, pihaknya mencari berbagai barang bukti yang dapat mengarah ke perencanaan pembunuhan itu. "Yang kami sita sementara ini satu set komputer berikut CPU-nya, laptop, dan berbagai dokumen di rumah itu," terang Iriawan.

CPU itu berisi data CCTV (circuit central television) yang merekam setiap aktivitas di rumah Sigid. Pengusaha media itu memang ekstra hati-hati menjaga keamanan rumahnya, termasuk memasang CCTV di pintu masuk dan di beberapa sudut rumah. Dalam pengamatan wartawan koran ini, seluruh barang bukti yang disebutkan Iriawan diangkut dengan dua koper besar warna hitam dan satu unit central processing unit (CPU).

Selain itu, polisi membawa dua orang dari dalam rumah itu, yakni seorang pria dan seorang wanita yang diduga mengetahui aktivitas di rumah Sigid. Mereka dibawa masuk ke dalam dua mobil Toyota Fortuner B.1579 BS dan Toyota Inova B 1996 WS.

Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji menjelaskan, Kombespol WW masih ditahan di Propam Mabes Polri. "Dia tidak merancang. Dia ikut cari-cari orang agar naik pangkat," kata Susno di kantornya kemarin. WW mengira dengan menaati AA, dirinya bisa promosi jabatan. "Mestinya, polisi itu diperintah oleh atasannya langsung. Tapi kalau dia (WW), diperintah orang lain," kata Susno.

Penyidik Polda Metro Jaya juga terus mengembangkan kemungkinan motif lain dalam pembunuhan Nasrudin. Kabar yang beredar, pembunuhan itu terkait laporan korupsi Nasrudin kepada Antasari Azhar. Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto mengatakan, kasus tersebut adalah dugaan korupsi di BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI).

Perusahaan pelat merah tersebut merupakan induk PT Putra Rajawali Banjaran (PT PRB), tempat Nasrudin memegang kendali perusahaan. ''Ya, benar, itu laporan dia (Nasrudin, Red),'' jelas Bibit kemarin.

Kasus dugaan korupsi di RNI tersebut menyeret Direktur Keuangan Ranendra Dangin. Kini kasus itu dalam tahap pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor.

Ranendra didakwa telah merugikan negara Rp 4,6 miliar. Dana itu mengalir kepada sejumlah orang. Dugaan korupsi itu bermula saat Ranendra diangkat menjadi otoritastor atau pemegang kuasa atas rekening bersama yang diadakan dalam rangka kerja sama operasi pengadaan gula putih antara PT RNI dan Perum Bulog. Kenyataannya, dana di rekening yang digunakan untuk menampung keuntungan hasil penjualan gula putih itu perlahan-lahan susut. Ranendra dituding berada di balik penyusutan itu.

''Penyidikan yang kami lakukan belum berhenti. Kami baru menaikkan seorang tersangka (Ranendra Dangin) karena alat buktinya yang cukup,'' jelas Bibit.

Tak tertutup kemungkinan bahwa kasus tersebut bakal berkembang. ''Bergantung pada temuan-temuan nanti,'' jelasnya.

Bibit membantah bahwa penyidikan yang dilakukan KPK tebang pilih. ''Laporan yang lain belum saya cek,'' jelasnya.

Kemarin KPK menggelar rapat pimpinan. Mereka mengajukan surat pemberhentian Antasari Azhar sebagai ketua KPK kepada presiden. ''Keputusan pemberhentian tersebut ada di tangan presiden. Prosesnya, KPK kemarin melayangkan surat kepada presiden yang juga ditembuskan kepada ketua DPR,'' ujar Ketua Pelaksana Mingguan KPK Chandra M. Hamzah saat konferensi pers kemarin. Surat itu berlaku hingga presiden menunjuk pimpinan KPK yang baru.

Komisi III DPR mulai mempertanyakan status pengambilan keputusan strategis di institusi tersebut. Sebab, sesuai UU KPK No 30/2002, pengambilan keputusan di KPK bersifat kolektif di antara para pimpinan KPK yang berjumlah lima orang. ''Kolektif artinya ketua dan empat wakil ketua KPK terlibat dalam pembahasan dan pengambilan keputusan. Semua berlima harus lengkap,'' kata anggota Komisi III DPR Lukman Hakim Syaifuddin setelah rapat tertutup komisi III di gedung DPR, Senayan, kemarin (5/6). Untuk menyamakan persepsi mengenai persoalan itu, Kamis besok komisi III akan mengundang para wakil ketua KPK ke DPR.(rdl/tom/git/pri/din/ind/jpnn/iro)
Share:

0 komentar: