Selasa, 03 Maret 2009

Banjir Luberan Bengawan Solo Makin Parah, Baru Berpikir Bangun Tanggul


Jebolnya tanggul di Widang Minggu (1/3) lalu terus membawa dampak serius bagi warga dua kecamatan di dua kabupaten. Yakni, Kecamatan Laren di Lamongan dan Kecamatan Widang di Tuban.

Di Laren, banjir semakin meluas. Hingga kemarin tercatat 9.469 rumah yang didiami sekitar 33.500 jiwa terendam air. Jumlah tersebut naik hampir dua kali lipat dibanding sehari sebelumnya, yakni 5.033 rumah.

Jumlah pengungsi pun ikut bertambah. Jika sehari sebelumnya hanya 2.588 jiwa yang mengungsi, kemarin jumlahnya mencapai 10.299 jiwa. ''Jumlah (pengungsi) tersebut masih terus meningkat,'' kata Sekretaris Satlak Penanggulangan Bencana Pemkab Lamongan Imam Trisno Edy kepada Radar Bojonegoro (Jawa Pos Group).

Camat Laren Rusgianto mengatakan, dari 13 desa yang ada di wilayahnya, kini tak satu pun yang bebas dari genangan air luberan Bengawan Solo. ''Hari ini (kemarin, Red) semua desa sudah kemasukan banjir. Sampai sore ini (sore kemarin, Red) air masih terus naik dan saya perkirakan rumah yang terendam masih bertambah,'' ujarnya.

Kabag Humas dan Infokom Pemkab Lamongan Aris Wibawa mengatakan, bantuan untuk korban banjir terus disalurkan. Selain sembako yang mencapai 5.000 paket, telah disalurkan 50 ton beras, 317 dus mi instan, dan bahan makanan lain. ''Juga telah dikirim genset dan tenda untuk kawasan pengungsian di tangkis Bengawan Solo maupun lokasi pengungsian lain," katanya.

Sama halnya dengan Laren, wilayah Kecamatan Widang, Tuban, juga kian terkurung banjir. Hingga kemarin sore (2/3), sebelas desa dari 16 desa di kecamatan tersebut telah terendam.

Camat Widang Bambang Dwiyono mengatakan, akibat jebolnya tanggul, banyak padi yang terendam. ''Ada 1.007 hektare areal padi yang tidak bisa dipanen di 11 desa,'' jelasnya.

Menurut Bambang, rata-rata padi yang terendam itu berumur 30 hingga 90 hari. Selain itu, banjir tersebut menyebabkan rumah milik 2.496 kepala keluarga terendam.

Bambang menambahkan, air luapan Bengawan Solo kemarin mulai meluber ke wilayah utara Kecamatan Widang. ''Kalau wilayah selatan Widang mulai menurun,'' ujarnya.

Warga bersama anggota TNI kemarin memperbaiki tanggul di Dusun Pencol, Desa Widang. ''Sementara belum ada yang mengungsi,'' kata Bambang.

Sementara itu, sebagian petambak di wilayah Kecamatan Widang terpaksa melakukan panen dini. ''Jadinya panen paksa,'' kata Khoirul, salah satu petambak. Mestinya, lanjut dia, ikan yang ada di tambak itu baru bisa dipanen sebulan mendatang. "Ya, rugi jutaan rupiah, Mas,'' akunya.

Di Bojonegoro, meski banjir mulai surut, hingga kemarin ratusan rumah di Kecamatan Kanor masih tergenang air. Ketinggian air di permukiman warga mencapai sekitar 50 sentimeter.

Kades Semambung, Kecamatan Kanor, M. Adnan menuturkan, saat ini baru rumah warga di dataran tinggi yang bisa ditempati. ''Sabtu lalu ada 520 rumah warga kami yang terendam (karena tanggul di desa setempat jebol). Sekarang (kemarin) tinggal 150 rumah,'' ujarnya.

Menurut Adnan, 150 kepala keluarga (KK) yang rumahnya masih terendam itu sebagian mengungsi di tanggul dan menumpang di rumah kerabat yang terhindar dari banjir.

Di Kota Bojonegoro banjir benar-benar sudah berlalu. Pemkab tak perlu lagi mengusir air dengan pompa. ''Sejak tadi pagi pemompaan kami hentikan,'' kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bojonegoro Andi Tjandra.

Menurut Tjandra, saat ini permukaan Bengawan Solo surut drastis. Karena itu, air dari dalam kota bisa mengalir secara otomatis ke Bengawan Solo. ''Kalau hari ini (kemarin, Red) tak hujan, genangan akan bersih,'' imbuh Tjandra.

Secara terpisah, Koordinator Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Bengawan Solo di Bojonegoro Moelyono menjelaskan, papan duga di Bojonegoro dan Karangnongko, Kecamatan Ngraho, menunjukkan angka normal. ''Semuanya di bawah siaga,'' tuturnya.

Dia memperkirakan Bengawan Solo masih akan normal meski tadi malam turun hujan di wilayah hulu maupun Bojonegoro. ''Kalau ada air dari Solo, baru tiba 48 jam kemudian,'' imbuhnya.

Bangunan Tanggul di Widang

Bengawan Solo telah puluhan tahun menjadi penyebab banjir bagi wilayah yang dilalui. Namun, upaya antisipasi secara tuntas tak pernah dilakukan. Penanggulan seakan dilakukan secara tambal sulam. Akibatnya, banjir tiap tahun tetap datang tanpa bisa dihindari.

Kini, ketika Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik kembali terendam, entah untuk yang keberapa puluh kali pemerintah kembali berupaya membangun tanggul. Direncanakan, tanggul dibangun sepanjang 50 kilometer, mulai Kecamatan Rengel, Tuban hingga Desa Centini, Kecamatan Laren, Lamongan.

Pembangunan baru dilaksanakan mulai April atau Mei mendatang. Target awal, pembangunan tanggul selesai pada 2013.

''April atau Mei sudah mulai,'' kata Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Air dan Wilayah Bengawan Solo di Bojonegoro Pudjo Buntoro.

Dia menjelaskan, desain pembangunan tanggul itu sudah ada. ''Pembangunannya sesuai LSRIP (lower solo river improvement project),'' ujarnya.

Terkait desain tanggul tersebut, Pudjo menyatakan sama dengan tanggul permanen yang bakal dibangun di Kecamatan Kanor. Tinggi total tanggul 4 meter. ''Lebar kaki tanggul 27 meter,'' ujarnya.

Menurut dia, konstruksi pembangunan tanggul di Kanor menghabiskan biaya sekitar Rp 17,26 miliar. Sementara untuk pembangunan tanggul Widang, Pudjo mengaku belum mengetahui jumlah pasti dananya. ''Yang jelas, semua dari APBN,'' imbuhnya.

Bayi Jadi Korban

Banjir yang merendam tiga kecamatan di Gresik kembali memakan korban jiwa. Minggu (1/3) bayi berusia 1,5 tahun tewas setelah jatuh dari tempat ridur ke lantai yang tergenang.

Bayi nahas itu adalah Saichunah Hasyim, anak pasangan Khoirul Anas dan Ismianah, warga Dusun Ngaren RT 2 RW 6, Desa Sungonlegowo, Kecamatan Bungah. Dia tewas sekitar pukul 23.00.

Peristiwa tersebut berawal pada Minggu sekitar pukul 09.00. Saat itu Saichunah tidur sendiri di kamar, sedangkan Ismianah memasak di dapur darurat -menggunakan andang- dalam rumahnya. Pukul 09.50, Ismianah melihat anaknya tertidur pulas. Tapi, sekitar pukul 10.00, anak semata wayangnya itu sudah tidak terlihat di kasur.

Panik, Ismianah berteriak. Sejumlah warga berdatangan. Beberapa menit kemudian sosok bayi 18 bulan tersebut terlihat timbul tenggelam di dekat pintu depan rumahnya. Ismi dan sejumlah warga mengambil tubuh mungil tersebut dari air. Lalu, membawanya ke Puskesmas Bungah. Karena kondisinya parah, dia dirujuk ke RSUD Ibnu Sina, Gresik. Di rumah sakit milik Gresik tersebut, Saichunah dimasukkan ruang ICU (intensive care unit). Sekitar pukul 23.00, dia meninggal.

Saichunah merupakan korban kedua banjir di Gresik. Sebelumnya, yang juga tewas terseret air adalah Hamdan Zidan, 8. Saat itu dia mandi bersama sang ayah, Abdul Manaf, warga Desa Bangeran, Kecamatan Dukun.

Sementara itu, genangan air akibat luapan Bengawan Solo di Gresik mulai surut. Namun, sejumlah sekolah tetap meliburkan siswanya karena kompleks sekolah masih tergenang.

Di antara sekolah yang libur adalah SDN 1 Baron dan Madrasah Ibtidaiyah Misbachul Ulum Baron, Kecamatan Dukun. Kemudian MI As'sadah Bungah, Kecamatan Bungah. Di ketiga sekolah tersebut, genangan air masih setinggi satu meter.

"Keputusan itu diambil untuk menyelamatkan anak didik. Entah sampai kapan," kata Kepala Desa Baron Nurul Yatim. Hal sama diungkapkan Kades Bungah, Kecamatan Bungah, Sulaiman. "Tidak semua sekolah meliburkan siswanya. Tapi, khusus MI As'sadah diliburkan karena sekolah tergenang air," ujar Sulaiman. (jpnn/yad/nw)
Share:

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sabar--------sabar----------sabar............