Usut Pelanggaran Kode Etik di Empat KPU Provinsi
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum melaporkan adanya pelanggaran kode etik dari sejumlah komisioner Komisi Pemilihan Umum di empat provinsi. Menindaklanjuti laporan tersebut, KPU memutuskan membentuk Dewan Kehormatan untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran itu.
Pembentukan Dewan Kehormatan (DK) yang bersifat ad hoc itu diluncurkan di Kantor KPU, Jakarta, kemarin (24/12). DK terdiri atas lima anggota, tiga dari KPU dan dua dari tokoh masyarakat. Mantan hakim konstitusi Jimly Asshiddiqie didaulat menjadi ketua DK KPU, dengan sekretaris anggota KPU Endang Sulastri. Tiga anggota lain adalah dua komisioner KPU Samsulbahri dan I Gusti Putu Artha, ditambah mantan hakim konstitusi HAS Natabaya.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menyatakan, Bawaslu melaporkan adanya pelanggaran kode etik masing-masing di KPU Sumatera Selatan, Papua, Sulawesi Utara, dan Sumatera Barat. DK sendiri dibentuk pada 22 Desember lalu. Namun, baru kemarin (24/12) DK resmi melakukan pleno untuk kali pertama. "Pembentukan DK ini untuk kali pertama, bahkan sejak Pemilu 1955," kata Hafiz kemarin.
Dia menjelaskan, sejumlah permasalahan telah terjadi di empat KPU provinsi tersebut. Di KPU Sumsel diduga telah terjadi pelanggaran kode etik terkait pemilihan anggota KPUD di beberapa kabupaten. Indikasinya, KPU Sumsel tak juga bisa memutuskan siapa saja yang terpilih menjadi anggota KPUD beberapa kabupaten di Sumsel. Selain itu, dua personel KPU Sumsel diduga menjadi pengurus Partai Matahari Bangsa (PMB) Sumsel.
Sementara itu, untuk kasus KPU Papua dan Sumbar adalah adanya dugaan anggota KPU Papua dan Sumbar menjadi anggota parpol. Sedangkan kasus KPU Sulut terkait perbedaan pendapat antara KPU Sulut dan KPU Manado soal penetapan daftar calon tetap (DCT). "Sesuai prosedur, persoalan ini harus diselesaikan melalui DK," ujar Hafiz.
Jimly menyatakan, DK telah merumuskan prosedur administrasi terkait proses investigasi kasus di empat KPU provinsi tersebut. Meski hal ini merupakan penegakan etik, DK berencana melakukan proses persidangan. "Investigasi di lapangan juga dilakukan, jika itu perlu," terang Jimly.
Untuk mempercepat proses, masa sidang akan dilakukan dua kali dalam sehari. Menurut Jimly, DK akan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan. "Bawaslu akan kami panggil pertama, selanjutnya pihak terlapor untuk pembelaan diri mereka," terangnya.
Khusus untuk kasus Sumsel, DK juga akan memanggil pihak tambahan, yakni panitia pengawas Provinsi Sumsel, sekretaris KPU Sumsel, dan ketua DPW PMB Sumsel. Masa sidang untuk kasus KPU Sumsel dilakukan pada 30 Desember. Sementara masa sidang tiga KPU provinsi lain dijadwalkan pada 7 Januari 2009. "Diharapkan dalam satu masa sidang itu bisa langsung diputus," ujar Jimly.
DK KPU diatur dalam UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu. DK KPU dibentuk jika ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan KPU dan jajaran KPU Daerah. Rekomendasi DK KPU bersifat mengikat dan KPU wajib menjalankan setiap rekomendasi DK KPU. (bay)






0 komentar:
Posting Komentar